Nama : Anang Kusuma
NIM :
083133129
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Miftah Arifin, M, Ag.
|
Biografi Sa'ad bin Abi Waqqash ra.
“Aku adalah orang ketiga yang paling
dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan
Allah.”Demikianlah Sa’ad bin
Abi Waqqash memperkenalkan dirinya. Dia adalah orang ketiga yang paling dulu
masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Sa'ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf hidup di
Bani Zuhrah, yang merupakan paman-paman Nabi SAW. dari pihak ibu. Wuhaib adalah kakek Sa’ad. Dia adalah
paman Aminah binti Wahab, ibu Nabi SAW.
Orang-orang mengenal Sa’ad sebagai paman Rasulullah SAW. dari pihak ibu.
Masuknya Sa’ad ke dalam Islam terjadi
pada awal-awal munculnya Islam. Dia mengenal dengan baik Nabi SAW. serta mengetahui
kejujuran dan sifat amanah beliau. Nabi SAW.
sudah sering bertemu dengannya sebelum beliau diutus menjadi
rasul. Beliau mengetahui betapa besar kecintaan Sa’ad untuk berperang dan juga
keberaniannya.
Sa’ad sangat suka memanah. Dia selalu
berlatih melempar anak panah. Dia masuk Islam dengan mudah dan tidak sulit,
bahkan sangat cepat masuk Islam. Dia adalah orang ketiga dari tiga orang yang
masuk Islam lebih dulu. Namun sang ibu tidak setuju dengan keputusannya. Sang
ibu berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, apakah kamu meninggalkan agamamu dan
agama nenek moyangmu, lalu kamu mengikuti sebuah agama yang baru ?, Sa’ad
menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan
berpisah darinya.”
Namun karena Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya,
maka dia pun berkata kepada ibunya, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau
memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak
akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan Sa’ad
sebagai orang yang menyebabkan turunnya salah satu ayat Alquran, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik.”
Mengenai anggapan bahwa Sa’ad adalah orang yang pertama
kali melemparkan anak panah dalam rangka berjuang di jalan Allah, dikisahkan
bahwa suatu ketika kaum muslimin Makkah sedang mengerjakan shalat di
lorong-lorong jalan yang ada di Makkah secara sembunyi-sembunyi. Namun sebagian
kaum musyrikin melihat mereka, lalu kaum musyrikin pun menyerang kaum muslimin,
maka Sa’ad bin Abi Waqqash bangun dan langsung menyerang , mereka. Dia memanah
salah seorang dari mereka hingga darah mengalir dari tubuh orang tersebut.Inilah
darah pertama yang ditumpahkan oleh umat Islam.Saat kaum kuffar Makkah
memboikot kaum muslimin, Sa’ad bersama Rasulullah berlindung di klan Abu
Thalib, sehingga harus menahan lapar bersama beliau selama tiga tahun penuh.
Selama itu Sa’ad hanya memakan dedaunan hingga akhirnya Allah pun menghendaki
ujian ini berakhir.Tak lama kemudian Sa’ad radhiyalahu ‘anhu lalu pergi
berhijrah ke madinah bersama orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.
Umair bin Abi Waqqash berhijrah bersama
saudaranya, Sa’ad, ke Madinah. Ketika orang yang bertugas untuk mengumandangkan
seruan jihad berkata, “Hayya ‘alal jihad” (Mari berjihad).Sa’ad
pun segera keluar dengan membawa pedang dan panahnya. Saat itu usia Sa’ad telah
lebih dari dua puluh tahun, sedangkan Umair masih kecil. Umurnya belum mencapai
tiga belas atau empat belas tahun.
Sebagaimana biasanya, Rasulullah selalu
memeriksa kondisi pasukannya. Beliau akan menolak anak-anak kecil yang tidak
memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berperang. Rasulullah pun melihat Umair.Saat
itu Umair bersembunyi agar dia tidak disuruh pulang oleh Rasulullah, yang
menyebabkan dirinya tidak bisa ikut berperang bersama dengan kaum muslimin.
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nelihatnya, maka beliau
menolak dan menyuruh Umair untuk pulang. Umair pun menangis hingga Nabi merasa
iba kepadanya.Akhirnya, Rasulullah membolehkan Umair untuk keluar bersama
pasukan Badar.Umair pun berdiri disamping Sa’ad guna berjihad di jalan Allah.
Ketika peperangan selesai dan debu
tidak lagi beterbangan, terlihatlah 14 orang dari kaum muslimin yang gugur
sebagai syahid. Orang yang paling muda diantara ke-14 orang tersebut adalah
Umair bin Abi Waqqash. Sa’ad pun pulang dengan membawa kemenangan di satu
tangannya dan tangisan (kesedihan) di tangan yang lain.
Ketika Rasulullah melihat Sa’ad, beliau
bersabda kepadanya, “Usir mereka (maksudnya pukul mundur orang-orang
musyrik itu).Sa’ad berkata, “Bagaimana aku dapat melakukan hal itu sendirian?”. Akan
tetapi kemudian, Sa’ad segera mengeluarkan anak panah dari sarungnya, lalu dia
melemparkan anak panah itu ke arah salah seorang dari kaum musyrikin hingga
orang itu tewas. Panahnya telah membunuh banyak orang musyrik, mak a Sa’ad
mengambil panahnya itu, lalu berkata, “Ini adalah panah yang diberkahi oleh
Alla” .Sa’ad tidak pernah ikut serta dalam satu pertempuran, kecuali ia
akan membawa anak panah tersebut, dan hal itu terus dilakukannya hingga dia
meninggal dunia.
Sejak saat itu yang menjadi senjata Sa’ad dalam setiap
peperangannyaa adalah “anak panah yang diberkahi” dan “doa yang dikabulkan”
itu. Sa’ad selalu teringat akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam yang ditujukkan kepadanya, “Makanlah yang baik-baik, wahai
Sa’ad, niscaya doamu akan dikabulkan”. Dia juga teringat sabda Rasulullah lainnya,
“Ya Allah, tepatkanlah lemparannya dan kabulkanlah doanya”.Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengabulkan doa Nabi-Nya itu, maka Sa’ad radhiallahu ‘anhu
pun menjadi pemanah jitu dan doanya selalu terkabulkan.
Mengenai lemparan jitu dan anak panah yang selalu
mengenai sasaran, dapat dilihat dengan jelas dalam pertempuran-pertempuran yang
selalu diikuti oleh Sa’ad dalam melawan orang-orang musyrik, terutama ketika
dia menjadi pemimpin pasukan kaum muslimin dalam penaklukan negeri Persia
dengan tujuan menyebarluaskan Islam disana.
Sebelum terjadinya peperangan yang
sangat masyhur di negeri Persia (Qadisiyah), orang –orang Persia telah
berkumpul dalam jumlah yang besar guna menghadapi orang-orang Islam. Saat itu
Umar bin Khattab yang menjadi Amirul Mukminin ingin keluar guna menghadapi
pasukan Persia dan memimpin pasukan kaum muslimin, namun ‘Ali bin Abi Thalib
berhasil merayunya agar dia mengurungkan niatnya tersebut.
Tugas yang sangat sulit ini tidak
mungkin dapat dilakukan, kecuali oleh orang yang memiliki kekuatan, baik dalam
hal keimanan maupun fisiknya. Dari sini, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf berkata kepada
‘Umar, “Sebaiknya kamu mengutus orang yang memiliki cakar-cakar seperti
singa. Dia adalah Sa’ad bin Abi Waqqash.”
‘Umar pun mempertimbangkan perkataan
‘Abdur Rahman tersebut hingga akhirnya dia berpendapat bahwa Sa’ad merupakan
singa yang pantas untuk dipercaya melakukan tugas yang sulit itu. ‘Umar pun
menunjuknya sebagai pemimpin pasukan, lau dia berkata kepadanya, “Wahai
Sa’ad, janganlah kamu terperdaya bila dikatakan (kepadamu) : ‘Engkau dalah
paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan engkau adalah shhabat Rasulullah.’
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghapus suatu kejelekan
dengan kejelekan lainnya, melainkan dia akan menghapus suatu kejelekan dengan
kebaikan. Wahai Sa’ad, sesungguhnya tidak ada satu hubungan pun antara Allah
dengan salah seorangpun (dari hamba-hamba-Nya), kecuali hubungan ketaatan.”
Sa’ad bin Abi Waqqash pun keluar
sebagai singa bagi Allah dan Rasul-Nya yang diutus untuk memimpin kaum muslimin
dalam sebuah peperangan yang sangat menentukan di negeri Qadisiyah.
Melalui perantara Sa’ad, Allah
memadamkan “api” (yang menjadi sesembahan) orang-orang Majusi, membersihkan
bumi Persia dari najis, dan mengubah tempat-tempat penyembahan api menjadi
masjid-masjid yang dipakai untuk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Madain, ibu kota Persia, pun jatuh ke tangan kaum muslimin, lalu Allah
memuliakan pasukan-Nya dengan memberikan kemenangan kepada mereka.
Meskipun pada waktu itu Sa’ad sedang
merasakan kesakitan pada sebagian anggota tubuhnya, tetapi dia berusaha untuk
menahan rasa sakit itu.Dia tetap memimpin kaum muslimin guna meraih pertolongan
yang telah dijanjikan Allah.Pada saat itu kaum muslimin pun selalu mengulang-ulangi
perkataan, “Cukuplah Allah sebagai (penolong kami).Sesungguhnya Dia adalah
sebaik-baik pelindung.”
Sa’ad dan kaum muslimin berjalan
menyeberangi sungai Dijlah hingga mereka dapat sampai di tempat kaum
musyrikin.Akhirnya, mereka dapat mengalahkan orang-orang Persia secara total.
Hal itu tidak lepas dari kehebatan pemimpin mereka, sang pemilik anak panah
yang selalu mengenai sasaran dan pemilik lemparan yang tepat.
Adapun doa yang selalu dikabulkan
merupakan senjata kedua yang dipergunakan oleh Sa’ad dalam berperang melawan
musuh-musuh Allah. Pintu-pintu langit selalu terbuka untuk menyambut setiap doa
yang dipanjatkan Sa’ad. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu
mengabulkan doa dan permintaan Sa’ad kapan saja dia berdoa dan meminta
kepada-Nya.
Sa’ad radhiallahu ‘anhu pun
berdiri, lalu dia berwudhu, dan melakukan shalat dua rakaat.Setelah itu dia
berdoa untuk kejelekan orang tersebut. Tidak berselang lama, orang laki-laki
itu pun menjadi sebuah pelajaran dan bukti yang memperlihatkan kepada Sa’ad bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerima
doanya. Tiba-tiba keluarlah seekor unta yang kuat yang datang dengan membabi
buta, sepertinya ia sedang mencari seorang laki-laki yang di doakan oleh Sa’ad
teersebut. Ketika melihat laki-laki tersebut, unta itu langsung menendang orang
tersebut dengan menggunakan kaki-kakinya hingga orang itu pun jatuh ke
tanah.Unta itu masih terus menendang dan menginjak orang tersebut hingga dia
mati.
Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash
Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, tidak banyak
kebaikan dunia yang masih tersisa.Sebagian kaum muslimin saling berseteru
dengan sebagian yang lainnya.Adapun Sa’ad berrusaha menjauhkan diri dari fitnah
(kerusuhan) tersebut.Dia juga tidak turut berperang dalam kubu ‘Ali ataupun
Muawiyah.Akan tetapi, dia lebih memilih untuk tinggal di Madinah yang berada
jauh dari tempat terjadinya kerusuhan tersebut.Dia menjadi wali (gubernur)
disana.
Ketika hari kematiannya datang, dia
sempat berkata, “Aku mempunyai sebuah jubah yang terbuat dari bulu.Ketika
menghadapi pasukan kaum musyrikin pada peperangan Badar, aku mengenakan jubah
tersebut.Sesungguhnya aku ingin bertemu Allah dengan menggunakan jubah
tersebut.Karenanya, kafanilah aku dengan jubah itu bila aku meninggal.”
Pada pagi hari di tahun ke-55 Hijriyah,
kaum muslimin melayat Sa’ad.Mereka memakamkannya di Baqi’ di samping kuburan
para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Istri-istri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (Ummahat Almu’minin) ikut mendoakannya. Mereka semua
menangis tersedu-sedu, karena sang pelempar jitu dan pemilik doa yang selalu
terkabulkan itu telah meninggal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar